Sabtu, 29 Januari 2011

Kode Etik Penyuntingan Naskah

Dalam penyuntingan naskah, ada rambu-rambu yang perlu diperhatikan penyunting naskah sebelum mulai menyunting. Dengan demikian, tidak terjadi persoalan/masalah di kemudian hari, terutama dalam kaitannya dengan penulis/pengarang. Rambu-rambu ini merupakan pedoman/pegangan bagi penyunting dalam menyunting naskah. Rambu-rambu inilah yang kita rebut “Kode Etik Penyuntingan Naskah”. Enam butir kode etik yang tertera di bawah ini disusun berdasarkan pengalaman penulis buku ini sebagai editor, dengan memperhatikan “Kode Etik Penyunting” yang dimuat dalam buku Mien A. Rifai (1995).

Kode Etik Penyuntingan Naskah

1. Penyunting naskah wajib mencari informasi mengenai penulis naskah sebelum mulai menyunting naskah.
Bagaimana cara mencari informasi ini’? Paling sedikit ada tiga cara yang bisa ditempuh. Pertama, menghubungi penulis secara langsung: melalui temu muka, melalui telepon, atau melalui surat. Kedua, melalui editor penerbit bersangkutan, yang pernah berhubungan dengan penulis itu. Ketiga, melalui penerbit lain yang pernah menerbitkan karya penulis itu. Dengan demikian, sedikit-banyak penyunting naskah memperoleh kesan/gambaran tertentu mengenai penulis, khususnya mengenai temperamennya (wataknya).

2. Penyunting naskah bukanlah penulis naskah.
Memang penyunting naskah membantu penulis/pengarang. Namun, tanggung jawab isi/materi naskah tetap ada pada penulis, bukan pada penyunting. Oleh karena itu, penyunting naskah sebaiknya tidak mengambil alih tanggung jawab penulis. Penulis adalah penulis dan penyunting adalah penyunting.

3. Penyunting naskah wajib menghormati gaya penulis naskah.
Yang perlu ditonjolkan dalam naskah adalah gaya penulis, bukan gaya penyunting. Meskipun penyunting boleh menguhah naskah di sana-sini (ejaan, misalnya), yang penting ditampilkan tetaplah gaya penulis.

4. Penyunting naskah wajib merahasiakan informasi yang terdapat dalam naskah yang disuntingnya.
Sebelum sebuah naskah terbit, informasi yang terdapat dalam naskah sifatnya rahasia. Yang tahu informasi itu hanya penulis dan penerbit/penyunting. Oleh karena itu, penyunting tidak boleh membocorkan informasi itu sehingga orang lain bisa mengetahuinya dan kemudian (misalnya) menerbitkan buku dengan tema yang sama terlebih dahulu. Dalam dunia penerhitan, hal semacam ini dianggap tidak etis.

5. Penyunting naskah wajib mengonsultasikan hal-hal yang mungkin akan diuhahnya dalam naskah.
Penyunting naskah tidak boleh merasa “sok tahu”—apa pun alasannya—karena hal ini akan merugikan penerbit. Jika penyunting bersikap sok tahu, ada kemungkinan penulis menarik kembali naskahnya. Atau boleh jadi, penulis tidak mau lagi menawarkan/menyerahkan naskah ke penerbit bersangkutan. Ini tentu akan merugikan penerbit. Lebih lebih jika penulis itu termasuk penulis buku yang laris.

6. Penyunting naskah tidak boleh menghilangkan naskah yang akan, sedang, atau telah disuntingnya.
Dalam tugasnya sehari-hari, ada kemungkinan penyunting naskah menyimpan sejumlah naskah sekaligus (di atas meja, dalam laci, atau dalam lemari). Akibatnya, boleh jadi naskah tertentu tercecer atau bahkan hilang. Jika hal ini terjadi, bisa saja penulis mengajukan penyunting/penerbit ke pengadilan. ini tentu akan merugikan penyunting/penerbit. Jadi, penyunting naskah harus menjaga baik-baik naskah yang masih berada dalam tanggung jawabnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar